Kamis, 21 Januari 2016

Dia, My First Love

Cinta, aku tidak begitu paham apa itu cinta. Bicara soal cinta aku benar-benar payah. Hal yang konyol di usiaku yang 20 tahun aku belum pernah pacaran. Menyedihkan, bukan? Apa aku tidak laku atau aku gadis tak normal? Haha, jangan sampai itu terjadi dalam hidupku. Tapi apa aku pernah Jatuh Cinta?
Entahlah aku tak yakin apa aku jatuh cinta. Ada seseorang yang menarik perhatianku sampai sekarang dan aku belum bisa melupakannya. Dia teman sekelasku, 3 tahun sekelas bukankah waktu yang cukup lama untuk saling mengenal. Tapi tidak dengan kami berdua, dia pria pendiam bahkan sangat pendiam. Jangankan untuk mengobrol seperti yang lain betegur sapa saja bisa ku hitung berapa kali.

Andrean Girsang namanya, pria keturunan Batak, dia siswa satu-satunya berbeda keyakinan dengan kami mungkin hal itulah yang membuatnya sedikit pendiam. Tampan, rajin, pandai bermain berbagai alat musik, ditambah suaranya yang merdu gadis mana yang tidak tegila-gila padanya, tapi tidak denganku sejak dia meperkenalkan diri di depan kelas aku tidak begitu tertarik dengannya. Tapi suatu hari entah setan apa yang merasukinya, atau dia geger otak, atau dia salah makan entah apalah itu. Dia berubah.
Ruang kesenian begitu ramai, suara riuk pikuk terdengar di setiap sudut ruangan. Pinjam ini, pinjam itu semua nampak begitu riuh. Aish, aku mendesah kesal mendapati kuasku satunya hilang. Ratih seingatku dia yang meminjamnya, aku segera menghampirinya dengan wajah kesal. “Aish kau ini kalau sudah dikembalikan.” Gerutuku kesal.

“Hehehe. Maaf Mega lupa.” Rengeknya manja. Aku kembali lagi ke tempatku dan melewati Andre.
“Jangan lihat.” Aku terkesiap kaget saat dia menutupi lukisannya dengan badannya.
“Hah. Siapa yang mau lihat orang cuma lewat doang.” Ucapku seraya pergi.
Bukan Mega jika tidak jail, aku membalikkan badanku hendak melihat lukisannya tapi usahaku gagal.
“Apa?” Pekiknya sedikit keras.
“Aish.” Aku kali ini benar kembali ke tempatku, entah sejak kapan dia mengikutiku.
“Wow. Jelek sekali.” Aku terkejut dengan sigap aku menutupi lukisanku dengan badanku sama seperti yang dia lakukan tapi bandannya lebih tinggi mampu menepisku.
“Kau? Sejak kapan kau di sini?”
“Jelek…” Ejeknya pada lukisanku.

Aku berlari ke tempat dia tadi berharap dapat membalasnya ejekannya, namun nihil lukisannya tak ada lagi di tempat. Dengan raut yang kesal aku kembali ke tempatku dan masih diikuti olehnya. “Jelek…” Lagi-lagi kata itu ke luar dari bibirnya.
“Masa bodoh yang penting aku buat.” Cecarku kesal.
“Jelek… Jelek banget.” Terus dan terus dia mengejek lukisanku, tapi herannya aku bukan kesal malah ketawa karena aku tidak pungkiri jika lukisanku memang Jelek.
“Cie… Cieee… Ciee…” Kami terdiam saat seruan sorak teman-teman kepada kami.
“Cie, Mega sama Andre pacaran ya?” Goda Riani teman karibku.
“Apa sih, emang kita ngapain?” Jawabku sedikit gugup.

Kami kembali membenarkan posisi, aku kembali menghadap lukisanku, dan dia kembali ke tempatnya.
Wajahku sedikit merona aku bisa rasakan dari hawa yang ku rasakan begitu panas.
Sejak kejadian itu dia benar-benar telah berubah. Setiap kali bertemu denganku dia selalu mengejekku, dia bahkan berani minta tulis padaku, dan hal apapun yang aku lakukan pasti jadi bahan ejekannya. Dengan perubahannya harusnya aku bahagia setidaknya ada perubahan pada dirinya, tapi kenapa aku merasa sedih. Iya, aku sedih semakin hari aku bersamanya ada sesuatu yang mengusik hatiku yang amat aku sadari itu. Cinta. Aku jatuh cinta padanya haruskah itu terjadi, mengingat siapa aku, siapa dia, apa rasa ini boleh terjadi?

Yang aku takutkan bukan beda keyakinan, tapi cintaku yang sepihak karena aku tahu dia menyukai gadis lain yang tak lain temanku sendiri. Ku putuskan untuk menjauhinya agar rasaku tidak semakin dalam. Sesak yang ku rasa satu hari tidak bicara dengannya aku begitu kosong, sepi, dan tak bergairah. Saat dia menegurku aku hanya tersenyum, saat dia mengejekku aku hanya tersenyum. Inikah nasib cinta sepihak. Hubungan kami semakin renggang, dia juga tidak peduli dengan perubahanku.

Hari terakhir UN, dia datang menghampiriku yang tengah sibuk maaf-maafan dengan teman-teman yang lain.
“Hei!.” Aku tersenyum saat dia menyapaku, sudah berapa lama aku tak mendengar suaranya.
“Hei!.” Aku berjalan menghapirinyanya, ku ulurkan tanganku padanya.
“Aku minta maaf.” Ucapku seraya tersenyum manis.
“Aku yang harusnya minta maaf karena aku sering mengejekmu.” Balasnya sambil meraih tanganku.
Hening, kami berdua terdiam dalam hening, “Mau foto kenangan denganku?” Mimikku terlihat bingung dengan ucapannya. “Besok aku akan pulang ke Medan ya apa salahnya jika aku mau berfoto dengan kawan sekelas.” Aku tidak dapat berkata-kata, lidahku terasa kelu.

Secepat inikah dia harus pergi, “Oh. Begitu.” Hening lagi, lidahku benar-benar kelu, aku tidak tahu harus berkata apa sesak rasanya hingga aku mengeluarkan kata konyol. Aku berseru pada teman sekelas memberitahu mereka bahwa dia akan pergi. Aku menatap wajahnya datar dia menatapku lekat, seketika wajah ceriaku pudar, entah kenapa aku takut menatap matanya.
“Benarkah? Andre jadi kau besok pulang ke Medan?” Tanya Adit.
“Iya Dit.”
“Kau tidak beri tahu kami jika kau pulang besok?”
“Iya ini memang mendadak, aku saja terkejut.” Bug. Pukulan ringan dari Bobi yang mendarat di perutnya membuatnya sedikit menjerit.
“B*rengsek kau, secepat itukah kau harus pergi?”
“Demi karir sobat, aku pikir kalian mengerti.” Semua teman-teman sekelas mendekatinya, semua sibuk berfoto terkecuali aku yang menjauh.

Semua bersorak riang melihat papan pengumuman ketika nama mereka terpapar kata LULUS. Aku celingak-celinguk mencari seseorang di keramian, ku cari dia di antara teman-temannya, tidak ada. Huft, aku mendengus sedih karena tidak mendapatinya di antara ratusan siswa. Aku berjalan tanpa tahu arah, aku benar-benar sedih. Tiba-tiba langkahku terhenti di depan kelas musik, ku langkahkan kakiku masuk. Piano, ku lihat sosok pria tengah bermain piano di sana, dia melirik ke arahku dan tersenyum. Ku balas senyum manis itu.

Aku berjalan mendekatinya semakin dekat pria itu semakin menghilang. Halusinasi, aku berhalusinasi. Aku duduk depan piano, mengingat saat dia bermain piano. Tanpa sadar jemariku mulai menari pada tuts piano. I Think I Love You, aku memainkan lagu dari Byul artis Korea. Aku masih ingat ketika aku memintanya memainkan lagu itu dengan paksa meski dengan raut masam dia menuruti permintaanku. Lagu pertama saat belajar piano darinya. Tanpa sadar air mataku menetes, begitu sedihkah cinta pertamaku. Sesulit inikah Jatuh Cinta, sesakit inikah Jatuh Cinta?


Cerpen Karangan: Mega Wati
Facebook: Mega Wati

Share this


0 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogroll

About