Sabtu, 08 Oktober 2016

Sekolah Ke 13

Ku tak mengerti apa arti hidup. Disaat aku sudah merasa patut untuk disayangi orang lain, hal itu bagaikan kesalahan. Semua orang selalu meengungkit hal yang sudah berlalu. Bagi mereka, tak ada bedanya dulu dan sekarang. Apakah mereka tak mengenal kata PERUBAHAN? Apakah mereka kekurangan kamus untuk itu? Ah, aku tak mengerti. Seperti tak ada kata teman dalam hidupku. Semuanya sama. Menjauhiku. Memusuhiku. Mencacimakiku tanpa ampun. Hanya sebab satu hal: masa lalu yang kelam.

Kelam? Tak begitu kelam saat aku melakukannya. Tapi, saat aku mengenangnya itulah yang disebut kelam. Disaat semua preman hitam menarikku ke bawah jembatan. Berjalan menuju bawah tanah. Amat sunyi. Dan lampu pertama dinyalakan. Kami berpesta ria. Menghisap. Menyuntik. Meminum. Awalnya ku tak faham. Namun, kukembangkan senyumku dan mengerti apa artinya KESENANGAN dan KEBEBASAN. Lampu warna-warni terus berkedip-kedip. Musik keras terus menggema. Hingga kegiatan ini terus berlanjut hampir 1 bulan. Kegiatan di bawah tanah usai sekolah bersama preman-preman berusia jauh di atasku. Ibu mengetahuinya. Beliau melarangku kesana lagi. Juga mengonsumsi apa itu nark*ba, minuman keras, rok*k, dan semacamnya. Katanya, lelaki kecil sepertiku sangat tidak pantas melakukan semua hal haram tersebut. Tapi, tanpa kulakukannya tubuhku terasa nyeri.

Pada akhirnya, wanita itu menyeretku menuju tempat yang sangat kubenci hingga saat ini. Yaitu rumah sakit jiwa atau lebih tepatnya, Panti Rehab. Dimana semua orang bernasib sama sepertiku. Merasakan kesakitan dan kenyerian ini. Tak ada lagi alat penghisap, pil-pil kesenangan, minuman penenang. Kuhabiskan 3 bulan saja disini. Lalu, kumasuki sekolah di kota yang jauh dari tanah lahirku. Guna menjauhi pelopor dari perusak secuil hidupku. Berharap bisa melupakan semua hal di bawah tanah dengan lampu warna-warni yang berkedip atau musik menggema di seluruh penjuru ruangan. Kini aku berada di kota damai tanpa ada yang mengetahui aibku pada usia 11 tahun.

Masa senang di sekolah memang tak selalu bertahan lama. Di sekolah pun, tak ada yang sukses memendam aib atau rahasia. Secerdik apapun pasti akan banyak yang mengetahuinya. Pada masa SMP, sudah belasan sekolah di Jawa Timur kutapaki. Sedikit saja aibku menyebar, banyak yang membullyku. Tak tahan dengan itu semua, aku segera migrasi ke sekolah lain. Nomaden. Mungkin itu sebutannya.

Buk! Tendangan itu. Ku tak kuasa menahannya. Sekolah ke-13ku jajaki. Baru 2 minggu berkenalan dengan warga sekolah, aibku tersebar. Mereka memberiku julukan Pecandu, Raja G*nja, Wisk*y Bangs*t. “AKU SUDAH BUKAN PECANDU!!!” teriakku sejadi-jadinya disela mereka menendangku. “Sekali pecandu tetap pecandu!” “Dasar Raja G*nja!” argh! Sakit sekali. Apakah mereka mencoba membunuhku? Guru-guru yang mengerti ini pun mengabaikanku. Hanya karena mereka tau bahwa yang dibully ini merupakan seorang pecandu. Bukan murid baik-baik.
Pulang sekolah, jika aku berkata pada ibu pasti beliau marah. Bayangkan! Ini sekolah ke-13. Aku sudah berkali-kali pindah sekolah bahkan kota. Bertahan? Sangat menutup kemungkinan.

Ah! Kursi itu menghantam tubuhku yang terdampar di lantai. Satu per satu anak meninggalkanku dengan tendangan-tendangan mereka yang mungkin membekas. Kukumpulkan seluruh tenaga untuk menyingkirkan kursi yang meniduriku. Perlahan aku berusaha berdiri. Yup! Tubuhku telah tegak. Berjalan tertatih ke luar kelas. Meratapi nasib di kursi koridor depan kelas. Perih. Pelipisku berdarah. Berdenyut. Banyak memar di tangan dan kakiku. Bersandar dan mengatur nafas lebih dulu kulakukan. Setelahnya adalah berpikir. Apa yang kulakukan saat ini? Hanya bersandar dan membiarkan pelipis.
Aw, tanganku menyeka ujung bibir. Berdarah juga. Darah ini mengucur perlahan. Apakah arti hidup ini? Tak ada orang yang mengerti. Dunia ini tak adil. Kalau begitu, untuk apa kita hidup? Apakah di dunia yang harus kita lakukan adalah menggantung tali dan lompat dengan memasukkan kepala dalam lubang tersebut? Atau menggoreskan kaca di lengan? Atau loncat di gedung tertinggi sekalipun? Pengecut sepertiku boleh melakukannya kan? Kenapa tidak?

“Kevin.” Suara perempuan. Sapaan persahabatan. Dia duduk di dekatku. Melepas sleyer hitam yang menguntai telapak dan punggung tangannya. Membersihkan darah yang mengalir dari pelipis dan ujung bibirku. “Ke… kenapa kamu…” entah mengapa suaraku tercekat tak bisa melanjutkan kata setelahnya. “Kenapa aku tak membenci dan membullymu seperti yang lain?” dia mengatakan terlebih dahulu apa yang ingin kukatakan. Aku hanya mengangguk kecil. “because i’m different and you limited edition in here.” Jawabnya dengan serius. “thanks.” Jawabku agak dingin. Baru pertama ini ada orang yang menggunjingku limited edition.

Gadis ini… kutatap wajahnya lamat-lamat. Lentikan bulu mata di ujung kelopak matanya bagaikan bulan sabit. Melengkung sempurna. Lensa matanya berwarna coklat terang nampak berkilau. Pipi tembamnya merah alami. Semerah senja. “aku percaya kalau kamu sudah bukan pecandu.” dia menarik kembali sleyer tersebut.
“Ya. Itu sudah berlalu 3 tahun silam.”
“Dan jika darahmu dites, memang benar ada virus nark*ba walau kamu sudah direhab dan tak mengonsumsinya lagi.” Terangnya yang aku sendiri sudah mengetahui.
“Virus itu akan hilang sepenuhnya dalam tubuhku 5-10 tahun setelah masa rehab.”
“Memangnya, berapa lama kamu di Panti Rehab?”
“3 bulan. Merupakan waktu yang singkat. Tapi aku sudah sembuh.”
“I’m believe you” gadis itu mengacak-acak rambutku. Sungguh nyaman berbincang dengannya.

Plak! Tamparan yang entah keberapa kali. Baru kemarin berdarah dan kering, sekarang ditampar bertubi-tubi. Diriku dan Rehan dikerumuni banyak anak. Lelaki sebaya denganku itu berulang kali menampar dan bertanya apa yang kemarin kulakukan bersama Shena di tempat duduk koridor depan kelas. Telah kujawab jujur, ia menamparku kembali semakin menggebu-gebu. Terus membentakku. Ia memberiku sebuah ponsel yang di dalamnya sudah terpasang video. Hei! Dimana itu? Siapa itu? Kursi koridor depan kelas. Aku dan Shena ada di dalam layar ponsel. Kejadian kemarin sepulang sekolah terekam. Siapa yang merekamnya?
Tanpa kubertanya, Shena membelah kerumunan. Mendekati Rehan. Mereka berpelukan. Ah, aku hampir lupa bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Sudah dapat kutebak sebelum kata-kata itu keluar dari mulut busuk Shena. “Akulah pemilik video tersebut. Sengaja kulakukan sebelum aku menemuimu. Ponsel itu kuletakkan di rimbunan semak-semak. Dimana ponsel dan semak-semak menyaksikan kemesraan kita berdua.” Sunggingan kesinisan membuat hatiku semakin ingin menyapanya ‘bajingan.’
“Kemarin yang kamu katakan?-” belum sempat aku melanjutkan kata-kata. Rahangku mulai mengeras.
“Mana mungkin aku menganggapmu limited edition dan hanya aku yang tak membencimu? Kemarin adalah rekayasa belaka, Wisk*y Bangs*t!”
“Lenyaplah kau ditelan bumi. Tak pantas lagi berada di hadapanku. Hanya membuat kerusuhan di dunia!” baik, kuterima kata-katanya. Memanglah sudah muak aku dengan semua ini. Aku tak paham roda kehidupan. Apa arti hidup? Mana keadilan hidup? Ingin rasanya aku mengundang malaikat pencabut nyawa. Tolonglah aku! Lepaskan dari kesengsaraan ini! Dimana roda kehidupan yang selalu berputar? Kapan aku berada di atas dan menindas yang di bawah? Mengapa selalu aku yang di bawah dan ditindas?

Dari kecil aku selalu hidup dengan penuh tekanan. Aku frustasi dan memilih seretan preman. Aku mengonsumsi nark*ba dan semacamnya pada usia yang sangat labil. Dari dulu aku tak pernah mendapatkan sekolah yang menyeganiku. Seharam apakah tubuhku? Sekarang semua menindasku. Tak satu pun percaya denganku. Shena yang kukira bebeda ternyata itu busuk!

Berlarilah aku dari seluruh kerumunan. Ke luar gerbang sekolah. Ku sempat melihat ke belakang, semua mengikutiku. Mengejar. Itu ungkapan yang lebih layak. Sampai pada penyeberangan menuju ladang rumput yang luas. Jalan itu sangat ramai, tapi tak kurisaukan. Terobos dengan pejaman mata. Seluruh kendaraan membunyikan klaksonnya keras-keras. Tetap berlari. Biarlah orang-orang itu mengejarku. Dan… suara berdebum disertai teriakan orang-orang di sekitar membuat kepalaku berputar. Tubuhku di atas ladang rumput berputar menghadap jalan raya. Re… Reehaa..n… semua mengerumuninya. Aku pun juga mendekat. Anak-anak yang mengejarku juga ikut mengerumuni. Ada yang berteriak. Mobil yang menabraknya tak patut merasa bersalah. Seharusnya Rehan berhenti dan melihat kondisi jalan. Salah siapa dia meniruku? Sekarang apa? Kepala Rehan dipenuhi darah. Bagian tubuh yang lain tak jauh beda. Dia tak sadarkan diri. Sebentar, mengapa ia tak segera dilarikan ke rumah sakit? Di mana teman-temannya? Oh, sepertinya mereka tak sudi karena kondisi menggenaskan Rehan. Tanpa ba-bi-bu, langsung saja kuangkat tubuh merah Rehan sekuat tenagaku. dan shena segera memanggil mobil sekolah untuk mengantar Rehan ke rumah sakit terdekat. Namun sekarang, kumulai berganti pertanyaan, apa arti pertemanan? Di saat Rehan merasa perlu bantuan, semua temannya tak segan membantu. Hanya aku, Shena, dan sopir mobil yang mengantar Rehan menuju rumah sakit. Di mana semuanya yang biasa membantu Rehan untuk menindasku?

“Kevin, maafkan aku. Kuharap kamu bisa menjadi pengganti Rehan untukku.” Tercekat aku mendengarnya. “Yang kukatakan kemarin benar, you’re limited edition.” Dia memelukku erat dalam tangis. Sekarang menangislah sepenuhnya dalam punggungku. “Kuingin katakan, yang rekayasa adalah tadi pagi bukan kemarin. Dan pemilik ponsel serta video itu adalah teman Rehan, bukan aku. Diriku hanyalah kekasih Rehan yang bersedia untuk diperbudak.”

Kini aku mengerti arti kehidupan yang adil. Hidup adalah sebab-akibat. Diriku menjadi sebab bagi Rehan yang kini telah tiada. Dan Shena adalah sebab bagi hidupku. Apakah hidup ini adil? Ya. Rehan selalu berteman sangat baik dengan semuanya dan bebas menindas orang. Tanpa disadari, teman-teman itu mengkhianatinya. Mereka hanya ingin berteman dengan Rehan pada kemakmuran saja. Tak sudi menolong pada saat ia susah. Itulah balasannya. Shena, ia menjadi kekasih Rehan dan mendapat apa yang diinginkannya. Itu menyenangkan. Dibalik itu semua, Shena juga harus rela diperbudak Rehan beserta gengnya. Adil bukan? Sekarang aku sendiri mendapat pelukan persahabatan dari yang menindasku kemarin kemarin dan kemarin. Atas jasaku yang menyelamatkan Rehan walau pada akhirnya tak tertolong. Aku juga menjadi juara kelas serta pengganti Shena yang lebih baik dari Rehan. Tak ada lagi panggilan Pecandu, Raja G*nja, atau Wisk*y Bangs*t. Inilah sekolah SMP terakhirku. Yaitu sekolah ke-13. Dengan teman-teman yang tulus menyeganiku. Hidupku adalah akibat bagi teman-teman.

Cerpen Karangan: Hayah
Facebook: Hayah Nisrine Firda / Hayah Nisrina

Maafkan Aku Atas Keputusanku Ini

ONE STEP CLOSER, lagu itu membangunkanku dari mimpi indah siang ini. Segera kulihat jam di hp menunjukkan jam 13.00 wib. Aku langsung bangun, mengambil handuk dan sabun menuju kamar mandi. Mandi yang hanya 15 menit ini membuatku merasa kurang nyaman, yang biasanya bisa memerlukan waktu setengah jam buat mandi. Aku juga gak tahu kenapa aku betah banget di kamar mandi. Aku siap-siap ganti baju dan kerudung yang cocok kukenakan untuk aku kuliah hari ini. Lagu dari linkin park mnyadarkanku kembali akan waktu yang sudah mulai menunjukkan jam 14.00 wib. Wajarlah aku panik karena ini pertemuan keduaku masuk kelas filsafat kependidikan yang sebelumnya hanya kelas online, ini itu mata kuliah yang umum jadi kami yang biasa satu kelas jadi gak satu kelas lagi.

“Astagfirullahhalazim” ucapku dengan memegang dada yang baru saja membuka pintu gerbang kostku, ada laki-laki yang menabrakku. “Aduh, Ta kamu itu ngagetin aku aja.” Kata seorang laki-laki yang juga berpapasan saat membuka pintu gerbang. “Aduh maaf kak, lagi buru-buru nih udah jam 2 aku ada kelas.” Ucapku dengan berlari melewati laki-laki itu. Dia menarik tanganku untuk kembali. “Udah sini aku anter biar gak telat, pake motor.” Tawarannya padaku. “Ah serius nih kak? Ya udah ayo cepet kak.”

Sesampai di kampus, aku langsung berlari menuju ruang kelas. Dikarenakan masih baru aku belum hafal dengan ruang kelasku. Aku sibuk melihat ke layar hp sambil berlari kecil, dan brugh… Semua isi di tas ku jatuh berantakan di lantai.
“Aduh kenapa aku hari ini sial banget sih.” Kesalku. Aku sibuk dengan membereskan barang-barangku yang terjatuh. “Maaf, ya aku gak sengaja tadi gak lihat-lihat.” Membantu memberesi semua barang-barangku
Aku langsung masuk ke kelas dan meminta maaf kepada dosen yang sudah ada di depan, karena aku telat. Untunglah dosennya memberikan aku izin untuk masuk. Aku langsung mencari teempat duduk yang kosong.

“Ok teman-teman kumpulkan tugas yang bapak minta kemarin ke depan sekarang.” Memberikan intruksi kepada semua mahasiswa untuk mengumpulkan tugas
Aku membuka-buka tasku dan fd yang sudah aku persiapkan sebelumnya malah hilang. Aku panik mencari mungkin terjatuh di bawah saat aku menggeledah tadi.
“Kamu cari fd warna merah yang ada namanya CINTA?” terdengar suara laki-laki di sampingku itu. “Iya kamu kok tahu?” tanyaku heran. “Ini fd nya tadi pas kamu tabrakan sama aku di depan kelas barangmu jatuh semua dan satu nih yang belum kamu masukan ya fd ini.” Menyodorkan fd dengan menjelaskan. “Wah makasih ya kak, aduh kalau sampai ilang bisa gawat nih.” “Makanya lebih hati-hati lagi. Ya udah sana gih kedepan kumpulin.” Tanpa menjawab aku langsung berlari ke depan untuk ngumulin “Makasih ya kak, udah ditemuin fd nya. Oh ya aku cinta, kakak?” tanyaku dengan mengulurkan tangan. “Aku Raka, gak usah panggil kak deh kita kan satu angkatan.” “Iya maaf Raka, oh ya sekali lagi makasih ya.” Sambil senyum ke Raka sebagai tanda ucapan terimakasihku padanya dan rasa seneng juga fd ku ketemu

Tiga jam pelajaran selesai. Dosen dan semua mahasiswa langsung keluar kelas. Aku yang masih sibuk dengan membereskan barang-barangku dan mengecek hp ku yang sedari tadi bergetar tanpa aku lihat. 5 pesan dari Fahmi yang isinya sama yaitu “kamu pulang jam berapa nanti aku jemput ya.” Oh ya Fahmi itu laki-laki yang nabrak aku di depan kost sekaligus yang anterin aku tadi dan juga dia itu cowok yang sering ke kostan ku karena yang punya kost itu adalah tantenya ya bisa dibilang dia juga ikut jaga sih. “ini aku udah keluar kelas kak” balasku singkat
“Siapa Cin, cowokmu ya?” tanya Raka “Gak, ini kak Fahmi dia temenku dia sering ke kostan karena dia itu ponakan dari ibu kostku.” Jelasku panjang lebar. “Oh gitu, kamu langsung pulang Cin?” “Ya Ka aku langsung pulang, tinggal nunggu kak Fahmi katanya mau jemput.” “Aku temenin ya, sambil nunggu kak Fahmi.” “Beneran nih, makasih ya.”

Gak lama motor kak Fahmi terlihat mendekati kami yang sedang duduk di kampus.
“Lama nunggu ya Ta? Maaf ya.” “Gak kok kak, makasih ya udah mau jemput. Oh ya nih kenalin dulu temenku namanya Raka.” Kataku dengan menunjuk ke arah Raka. “Fahmi.” Dengan menjulurkan tangan. “Raka kak.” “Raka aku balik dulu ya, makasih dah nemenin.” “Ya Cin sama-sama, hati-hati ya.” “Raka balik dulu ya.” Kata Fahmi
Sesampai di kost aku dan Fahmi tidak langsung masuk ke dalam kami ngobrol-ngobrol di luar gerbang dahulu.
“Ta tadi itu cowokmu ya? Sok-sok berlaga dikenalin temen lagi.” Ujar Fahmi. “Emang kenapa kak, kakak cemburu ya? Hehehe gak kok dia itu temen. Aku juga baru kenal sama dia. Tadi baru aja pas di kelas. Awalnya gak tau kalau da itu temen sekelas untu filsafat pendidikan ini. Untung aja tadi ada dia kak, fd ku dia yang nemuin fd tugasku.”
“Tapi kayaknya dia suka sama kamu deh.” “Alah kakak ini ada-ada aja kenal aja baru, masak suka. Oh ya kakak kenapa tiba-tiba nganterin aku tadi pake jemput segala lagi biasanya kan gak pernah mau nganterin aku” “Gak lagi pengen aja. Ya udah aku balik dulu ya udah sore juga.” “Lah gak pamitan dulu sama tante, tante ada kan di dalem?” “Gak ada, keluar tadi pas aku jemput kamu.



Syukur deh Ta jika yang tadi itu cumen temen kamu, tapi kenapa aku ngerasa kalau dia itu ada lebih. Tapi kenapa juga ya aku gak suka kalau kamu deket sama orang lain selain aku, oh Tuhan apakah ini yang dinamakan cinta atau hanya rasa kagum. Oh Tuhan, kalaupun memang kami adalah jodoh dekatkan kami, dan kalaupun memang kami tidak berjodoh jauhkan kami dan berikanlah aku dan dia jodoh yang terbaik kelak. Amin.. etttsss kenapa aku jadi ngelantur kaya gini, ah udah lah gak usah dpikir.



Kenapa tiba-tiba kak Fahmi mau nganterin aku ya, biasanya kan gak pernah mau. Kami aja selalu berantem kaya kucing sama tikus. Ah udah lah. Oh ya Raka baik juga ya sama aku, untung aja dia tadi nemuin fd aku, kalau gak wah parah bisa gak dapet nilai aku. Mukanya imut banget, pertemuan aku juga gak sengaja kami bertabrakan di depan ruang kelas dan dia membantuku membereskan barang-barang. Tapi kok bisa ya aku gak tau dia padahal kami kan satu kelas, ah ya udah lah.



Kenapa aku ngerasa ada yang aneh ya Cin saat pertama kali aku ngelihat kamu. Maaf ya Cin kalau tadi itu cuma rekayasa aku saja supaya aku bisa ngobrol sama kamu dan bisa kenalan sama kamu. Semoga kamu gak tau ya soal ini. Aku takut kalau kamu tau soal ini nanti kamu marah sama aku dan kamu gak mau lagi deket sama aku. Bego banget sih aku kenapa tadi gak minta no kamu, kenapa aku biarin dia pergi tadi. Ah sudah lah mungkin besok bisa ketemu lagi.



Aku dan kak Fahmi mulai dekat dan tidak lagi berantem. Entah kenapa aku merasa semakin nyaman sama dia. Dia sering ngajak aku keluar dan telpon aku gak jelas. Dan entah kenapa juga aku selalu ngangkat telepon darinya. Hingga suatu saat aku curhat ke dia bahwa aku suka sama seseorang pada pandangan pertama. Awalnya dia sih gak terlalu baik dalam merespon. Begitupun dengan aku dan Raka kami semakin dekat dengan berjalannya waktu. Dia selalu luangin waktu untuk aku. Hingga suatu hari dia ngajak aku katemuan sama dia di taman kota.

“Mau kemana Ta? Tak anterin yuk.” Tawarnya padaku. “Boleh juga ada tukang ojek yang nawarin gratis, hahaha bercanda kak.” “Wah parah kamu, masak disamain sama tukang ojek, ganteng-ganteng gini hehehe. Ya udah ayo naik mau kemana?” “Wah pd banget kamu kalau ganteng. Ke taman kota ya.” “Tapi emang aku ganteng kan? Hehehe” “Ya ya deh ngalah.”

Sampai di taman kota aku langsung menuju ke Rama yang ada di kursi pojok taman yang sebelumnya sudah kami sepakati.
“Hai Ka, mau ngomong apa? Kayaknya serius banget” ujarku santai. “Hai Cin, sini duduk.” Dengan membersihkan bangku disampingnya. “Makasih, oh ya mau ngomong apa?” “Gini Cin, sebenarnya sejak pertama kali aku ketemu sama kamu aku itu sudah kagum sama kamu. Tapi lama kelamaan rasa kagum itu berubah jadi rasa suka. Maaf kalau ini terlalu cepat buat kamu. Tapi aku memang suka sama kamu.” “Aku juga suka sama kamu Ta.” Tiba-tiba terdengar suara dari belakang kami dan setelah aku nengok dia adalah kak Fahmi. “Iya Ta aku suka sama kamu dan Raka juga suka sama kamu, kamu yang mutusin kamu suka sama siapa, aku atau Raka?” ujarnya lanjut “Jujur aku gak bisa jawab sekarang, siapapun yang aku pilih nanti kalian nerima keputusannku dan menghargai keputusanku nantinya. Gini aja seminggu lagi kita bertiga ketemu lagi disini jam 4 sore. Kasih waktu aku berfikir.” “Ok kami akan tunggu, seminggu lagi kami akan kemari lai untuk mengetahui jawaban darimu, bukan begitu Raka?” ujar Fahmi pada Raka “Ok kalau memang ini yang terbaik aku setuju.”

Aku memutuskan untuk pulang. Setiap waktu aku memikirkan semua ini. Jika aku salah mengambil keputusan bisa fatal akibatnya. Sampai-sampai aku tidak fokus dalam pelajaran. Raka temen tapi akhir-akhir ini aku juga gak tau pasti kenapa aku suka memikirkan dia. Kak Fahmi dia udah aku anggap sebagai kakak dan sahabat aku sendiri. Tapi di sisi lain juga aku ada rasa nyaman sama dia. Seminggu telah berlalu kini aku sudah yakin atas keputusanku demi kebaikan kita bertiga. Sore ini aku berangakat menuju taman kota lebih awal.

“Ta udah disini aja, udah lama?” “Gak kok kak baru.” “Ta, aku harap nanti keputusanmu tepat dan bener-bener yang kamu suka.” “Hai semua, maaf ya aku telat.” Kata Raka. “Gak kok Ka, makasih ya udah mau datang kesini.” Kataku tak bersemangat “setelah aku pikir-pikir dan aku pertimbangin selama seminggu ini…” lanjutku. “Siapa Ta yang kamu pilih.” Potong Fahmi. “Tapi kalian janti ya, hargai keputusanku ini?” tanyaku pada mereka. “Iya kami janji.” Jawab Fahmi dan Raka. “Aku memutuskan untuk… tidak memilih kalian berdua.” Jawabku menyakinkan diri. “Kenapa begitu Cin?” tanya Raka heran. “Aku gak mau menyakiti kalian berdua dengan keputusanku ini, tapi ini yang terbaik buat kita. Kita jalani aja sebagai sahabat Raka, dan untuk kak Fahmi aku sudah nganggap kamu sebagai kakakku sendiri. Aku mohon hargai keputusanku ini dan maaf atas keputusan yang ku buat ini. Semoga kalian bisa menemukan cewek yang lebih baik lagi dariku.”

Cerpen Karangan: Lucky Rusyita
Facebook: Lucky Rusyita
lucky rusyita mahasiswa semester 4 di UKSW salatiga

Penyesalan Dikemudian Hari

“hai Aina, sendirian aja, Vera kemana?” tanya Reno.
“hai juga, iya nih Vera sedang di kelas” jawab Aina.
Aina memang dekat dengan Reno. Reno mencintai Aina, tapi Aina tidak tau dan Aina mencintai Deri yang merupakan geng di sekolahnya dan Deri terkenal playboy.
“Na kamu nanti sore ada acara gak”
“emm kayaknya gak ada deh, emang kenapa?”
“kalo gak ada nanti kita ngabuburit bareng yuk”
“ok,”

Saat Aina dan Reno berbicara, Deri mengupingnya. Deri memantau kalau Aina menyukainya, dan Deri hanya akan memanfaatkan Aina saja, karena Aina termasuk anak paling pintar di sekolah.
Saat Aina akan berangkat menemui Reno, Deri sms dia untuk ngabuburit bersamanya, Aina tidak menolaknya, bahkan Aina melupakan Reno yang menunggunya di taman.
“hai Aina, kita ke mall yuk”
“hai juga Deri, kenapa gak ke taman saja”
Saat aina mengucapkan taman, aina teringat pada seseorang, ya dia adalah Reno yang menunggunya
“ya tuhan”
“kenapa na?” tanya Deri pura pura gak tau, Deri sengaja ingin memisahkan Aina dengan Reno, karena dia tau Reno akan menyatakan cintanya, jika Reno pacaran sama Aina maka dia tidak akan bisa memanfaatkan Aina.
Aina langsung mengambil hp, dan ingin menelepon Reno, tapi Deri melarangnya “mungkun dia udah pulang, lagian ini juga hujan” kata Deri. entah kenapa Aina langsung mempercayainya, karena hp Aina juga sudah mati karena baterainya habis. Akhirnya Aina buka sama Deri dan bukanya Reno yang masih menunggunya di taman dan juga kehujanan.

Sesampainya di rumah aina mengecas hpnya dan ternyata ada 6 pesan dari Reno “Aina kamu dimana, aku menunggumu di taman” dia mengirimkan pesan itu sampai 6 kali dan dia baru saja Reno mengirim kan pesan lagi “Aina kamu dimana, aku masih menunggumu di taman sampai sekarang” aina kaget dan dia berlari menuju taman menerjang hujan lebat. Sesampainya di taman ternyata tidak ada siapa siapa, Aina kecewa dengan Reno, Aina pikir dia telah ditipunya, Aina menangis.

Sudah 2 hari Reno tidak masuk sekolah, Aina berfikir kalau Reno tidak masuk sekolah karena dia takut akan dimarahi Aina karena dia telah menipunya. Hari ke 3 Reno masuk sekolah dengan wajah agak pucat, tapi Aina tidak memperhatikannya, saat dia berpapasan dengannya, Aina tidak menjawab sapaan Reno. saat Aina sedang duduk di depan perpus Reno menghampirinya Aina akan pergi tapi ditahan Reno.
“na kamu kenapa sih”
“kamu masih nanya aku kenapa, penipu!”
“kok kamu gitu”
“kenapa kamu sms aku kalau kamu masih di taman, apa kamu tau malam malam hujan aku bela belain nemui kamu di taman, tapi nyatanya apa kamu tidak ada disana, ya aku minta maaf karena aku lupa nemuin kamu di taman, itu karena Deri mengajaku jalan”
“apa Deri, aku bisa jelasin kenapa aku gak ada di taman, karena,”
“sudah, aku gak butuh penjelasan” Aina memotong perkataan Reno dan langsung pergi meninggalkanya.

“andai kamu tau yang sebenarnya na, tapi aku sudah cukup senang karena ternyata kamu mengkawatirkan ku.” Reno berkata sangat pelan sambil memperhatikan Aina yang berjalan meninggalkannya.

1 minggu berlalu, selama satu minggu Aina menjauh dari Reno, tidak membicarakannya sama sekali. bahkan Aina tidak mau mendengarkan saat Vera menyebut namanya atau membicarakannya. Vera yang mengetahui kebenarannya sama sekali tidak bisa berkata kata.

Keesokan hariya Aina mendengar jika Reno ada di rumah sakit, ternyata sudah satu minggu dia disana. Aina merasa sangat cemas, dia mumutuskan untuk menemuinya.
“Ren kamu kenapa”
“tenang saja aku hanya sakit biasa saja, jangan cemaskan aku.”
Malam harinya saat Aina sedang di musola rumah sakit itu dia mendapat kabar kalau Reno telah tiada. Aina mendengar hal itu dia langsung lari sambil menangis munuju tempat Reno disana sudah ada Vera, dan orangtuanya yang sedang menangis, Vera yang menyadari ada Aina dia langsung memeluknya.

1 minggu sudah kepergian Reno, Aina masih juga sedih.
“aku mencintaimu Reno”
Vera ternyata mendengar perkataan yang baru saja Aina katakan.
“Aina,”
“Vera, sejak kapan kamu di sini”
“itu gak penting, ada hal yang harus aku sampaikan”
“apa?”
Vera memberikan sebuah surat yang isinya

to Aina
ania, sebenarnya aku suka sama kamu sejak lama. tapi aku sadar cintamu bukan untukku.
Aina, sebenarnya saat hujan itu aku masih ada di taman, aku sudah menelepon kamu tapi tidak aktif, lalu aku sms kamu. bahkan hujan pun tak kupedulikan, aku hanya ingin hari hari terakhirku bisa bersamamu, tapi setelah aku mengirimkan sms terakhirku kepalaku terasa pusing dan aku tidak sadarkan diri.
Tapi aku senang karena kamu telah menghampiriku di taman walau aku tak melihatnya.
I LOVE YOU, AINA
Reno.

Aina menangis saat membaca surat itu, ternyata dia sudah salah faham tentang Reno, dia telah menyesal, dia baru menyadari kalau dia mencintai Reno.
“aku, aku sangat menyesal Ver,”
pesan: jangan pernah menyia nyiakan orang yang mencintaimu, karena kamu akan menyesal jika dia meninggalkanmu.

Cerpen Karangan: Ayuk
Facebook: ayuex prett

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogroll

About